Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPR, Ketua II Pusbarindo Valentino menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) tersebut memiliki perbedaan dari aturan sebelumnya, yakni Permentan Nomor 38 Tahun 2017.
“Tidak ada kepastian, karena dalam peraturan yang baru, kita tidak tahu RIPH kita di-approve atau tidak. Di peraturan sebelumnya, tanam dulu sebelum RIPH terbit, sekarang dapat RIPH dulu baru tanam,” katanya di Kompleks DPR/MPR Senayan Jakarta, Senin (20/1/2020).
Adapun dalam Permentan 38/2017, importir bawang putih diwajibkan melakukan penanaman bawang putih sebesar lima persen dari total kuota impor yang akan diajukan kepada pemerintah.
Baca Juga:
Indonesia Importir Terbesar Bawang Putih, lalu Transmisi dan Laptop
Kemendag Catat Harga Tiga Bahan Pokok Masih Tinggi, Ini Daftarnya
Masih Mahal, GINSI Siap Bantu Pemerintah untuk Turunkan Harga Bawang Putih
Dari total kewajiban tanam itu, importir baru harus bisa menghasilkan produksi 25 persen bawang putih dari kuota wajib tanam untuk bisa mendapatkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dari Kementan.
Sementara importir lama harus memproduksi 10 persen agar RIPH terbit. Produksi tersebut diperuntukkan menjadi benih bawang putih yang akan ditanam kembali dalam periode selanjutnya.
Valentino menilai Permentan 38/2017 ini berfungsi sebagai filter untuk mengurangi rendahnya tingkat kepatuhan pelaku usaha dalam memenuhi kewajibannya.
“Mestinya mekanisme seperti ini dipertahankan untuk memfilter supaya tidak ada perusahaan abal-abal yang mengajukan impor,” kata dia.
Baca Juga:
Bawang Putih dan Gula Pasir Menjadi Titik Berat Ketersediaan di Musim Corona
Bantah Tidak Seiring, Kementan Sejalan dengan Relaksasi Impor Bawang Putih
Bawang Putih Impor Sudah Masuk 11 Ribu Ton dari Izin 150 Ribu Ton yang Dikeluarkan
Menurut dia, Permentan 39/2019 ini tidak kuat untuk memberi jaminan bahwa importir melakukan wajib tanam. Pelaku usaha hanya akan melaksanakan wajib tanam setelah RlPH terbit, yang waktunya belum tentu bertepatan dengan waktu musim tanam.
Akibatnya, benih yang sudah siap tanam bisa tidak terserap dan mungkin tidak ditanam oleh petani karena tidak ada dukungan modal. (mdg)