“Dukungan lintas kementerian, lembaga dan dunia usaha sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas nelayan dan pembudidaya ikan yang bernilai tambah di Natuna serta memajukan sektor-sektor pembangunan lainnya seperti pariwisata, migas dan pertanian,” kata Ketua Umum Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia Iskindo Zulficar Mochtar dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (13/1/2020).
Menurut dia, aktivitas pembangunan di Natuna mesti dikoordinasikan dengan baik pada tingkat pusat serta melibatkan dunia usaha dan industri. Khususnya di sektor kelautan dan perikanan, lanjutnya, dukungan kementerian/lembaga yang sangat dibutuhkan antara lain adalah penyediaan BBM yang cukup bagi nelayan, pembangunan kampung nelayan, penyediaan sarana telekomunikasi di pulau-pulau kecil sekitar Natuna, transmigrasi nelayan mandiri dan penguatan koperasi nelayan.
Sebelumnya, nelayan Kabupaten Natuna, Kepri, kompak menolak rencana kedatangan ratusan nelayan pantura Jawa melaut di perairan Natuna Utara, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Baca Juga:
Iskindo Dorong Otoritas Keamanan Awasi Intensif Perairan Natuna
Jokowi Minta Nelayan Natuna Optimalkan Pemanfaatan Sarana Perikanan
KKP Percepat Proses Perizinan Dorong Nelayan Lebih Banyak Melaut
Ketua nelayan Desa Sepempang, Natuna, Hendri menyampaikan penolakan dikarenakan beberapa pertimbangan seperti, nelayan pantura menggunakan cantrang.
“Alat tangkap cantrang dapat merusak ikan dan biota laut lainnya, sehingga akan merugikan nelayan itu sendiri,” kata Hendri saat dihubungi ANTARA, Minggu.
Kemudian, kata dia, nelayan pantura menggunakan kapal yang lebih besar dan peralatan tangkap modern.
Hal ini tentu membuat nelayan Natuna merasa tersaingi, karena armada mereka saat ini masih kecil dan peralatan tangkap yang ada sangat tradisional yaitu berupa pancing ulur. “Kondisi ini juga akan menyebabkan nelayan lokal jauh tertinggal dan tersisih,” imbuhnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono menginginkan perizinan terhadap nelayan yang ingin melaut di kawasan perairan nasional, termasuk di Natuna dapat dipermudah, dalam rangka meningkatkan pemberdayaan sumber daya perikanan Nusantara.
Baca Juga:
Hutama Karya akan Bersinergi dengan Waskita Karya dan PT PP akan Bersinergi dengan WIKA
Komite Anti Dumping Indonesia Selidiki Impor Produk Nilon Film dari 3 Negara, Termasuk Tiongkok
Indonesia Berpotensi Raih Transaksi Rp192,7 Miliar dalam Pameran Dagang Kosmetik di Spanyol
Ono Surono mengakui bahwa kapal nelayan yang ingin beroperasi di Natuna juga tak mudah, karena akan beroperasi di atas 25 mil sampai 200 mil sebagaimana ketentuan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif), sehingga diperlukan kapal skala besar dan waktu yang lama, serta pelabuhan perikanan yang dapat menampung kapal beserta hasil tangkapannya.
Untuk itu, ujar Ono, ada sejumlah hal yang harus disegerakan untuk diubah, antara lain mengizinkan kembali kapal-kapal perikanan besar yang dahulu izinnya dicabut dengan tetap mengacu pada prinsip milik dan modal murni Indonesia, serta mencabut pelarangan pembangunan kapal perikanan maksimal 150 grosston.
Politisi PDIP itu juga mengusulkan untuk memperbanyak kapal pengangkut ikan dan membolehkan untuk melakukan transhipment (alih muatan) di tengah laut dengan pengawasan yang ketat, serta mengoptimalkan pembenahan Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) Natuna untuk bisa beroperasi menampung kapal dan hasil tangkapan nelayan secara maksimal. (mrr)