Bisnispost.com, Jakarta – Tim Advokasi Forum Kedaulatan NKRI secara tegas menyatakan keberatan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) diproses Menjadi Undang Undang.

“Karenanya itu harus dihentikan walaupun dengan merubah judulnya,” kata salah satu Tim Advokasi Forum Kedaulatan (AFK) NKRI, Adv Djudju Purwantoro lewat keterangan pers, Selasa (14/7/2020).

Djudju menjelaskan, sikap tesebut juga disampaikan Tim AFK NKRI yang dipimpin oleh Ustad Adang Suhardjo SE saat beraudensi kepada pihak Mabes Polri yang pada kesempatan itu diterima oleh Wadir Badan Intelkam Brigjend Pol Antoni Siahaan, dan Bidang Politik Kombes. Pol. Hariyanta.

Audensi dengan Mabes Polri itu diikuti oleh anggota Forum Kedaulatan lainnya antara lain : Kol (Purn) TNI Sugeng Waras, Djoko Edhi SH, Rizal Fadilah SH, Mayjend (Purn) TNI Deddy S Budiman, Radhar Tribaskoro SE, dan Bennie Akbar Fatah.

Adapun, poin-poin keterangan pers yang diterima redaksi, seperti dikutip Fokushukum.com selengkapnya, adalah sebagai berikut :

Pertama, sehubungan dengan timbulnya gejolak yang cukup masif dalam masyrakat, yaitu perihal reaksi penolakan proses RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) oleh DPR RI, maka Badan Intelkam Polri perlu merespon kondisi tersebut dengan serius.

Kedua, bahwa sesuai dengan UU No.27 thn 1999, tentang perubahan KUHP terkait dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara, terutama psl 107a, psl 107c huruf b, psl 107d psl 107e huruf a. Materi dari ketentuan tesebut pada intinya adalah adanyanya perbuatan menyebarkan atau mengembangkan, dan juga dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila dengan ajaran Komunisme, Marxisme, Leninisme.

Ketiga, seperti disebutkan dalam psl 6 (ayat 1) RUU HIP, adanya penyebutan sendi pokok Pancasila adalah Keadilan Sosial. Klausul tersebut juga terhubung dengan psl 7 RUU HIP, menyebutkan antara kain bahwa ciri pokok Pancasila berupa Trisila (Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi, serta Ketuhanan yang Berkebudayaan), yang terkristalisasi dalam Ekasila yaitu gotong royong. Perihal gotong royong bermakna penyatuan Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, yang dikenaal dengan Nasional, Agama dan Komunis (Nasakom).

Keempat, ideologi suatu negara secara hirarki penetapannya semestinya melalui TAP MPR, bukan hanya berdasarkan Undang-undang belaka. Proses pembahasan RUU HIP secara ideologis, sisiologis, yuridis dan yuridis sejak awal prosesnya adalah cacat secara hukum. Secara contrario ada indikasi dan bau komunis dalam substansi dan materi RUU HIP. Demikian halnya secara konteks pidana, patut diduga adanya indikasi penyelundupan hukum dan penyusupan kelompok kiri (smugling law/idea).

Kelima, demikian halnya jika mengacu psl 156a KUHP, RUU HIP psl 6 (ayat 1), jelas ada unsur penghinaan, pelecehan atau meremehkan suatu agama (Islam), karena akan mengganti kedudukan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Sila Keadilan Sosial.

Keenam, secara materiil adanya pemberitaan bohong (psl 14 ayat 1, KUHP) perihal keadilan sosial sebagai substansi sendi pokok Pancasila yang menggantikan Ketuhanan Yang Maha Esa, secara materiil faktanya memang telah membuat keresahan dan keonaran yang luas di masyarakat. Dengan demikian pembahasan rumusan RUU HIP tersebut bisa terkait dengan psl 55 (ayat 1) KUHP, karena adanya keterlibatan satu pihak dengan pihak lainnya.

Ketujuh, bahwa oleh karenanya Forum Kedaulatan NKRI, berkeberatan jika RUU HIP tetap diproses menjadi Undang- Undang, karenanya harus dihentikan walaupun dengan merubah judulnya. (*/bud)