Pembangunan Ekonomi Indonesia Gagal, Akhirnya Tabungan, SDM dan Infrastruktur Jadi Kambing Hitam

Avatar photo

- Pewarta

Senin, 10 Juni 2024 - 08:06 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Anthony BudiawanManaging Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

BISNISPOST.COM – Pertumbuhan ekonomi selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, 2014-2024, stagnan, alias gagal, hanya mencapai sekitar 5 persen. Angka pertumbuhan ini pun mengundang kecurigaan.

Diduga, ada penggelembungan melalui angka inflasi (deflator PDB), untuk menghasilkan pertumbuhan yang diinginkan.

Angka kemiskinan selama 10 tahun hanya turun 1,6 persen: dari 10,96 persen pada 2014 menjadi 9,36 persen pada 2023. Angka yang terakhir ini juga sangat meragukan.

Yang mengenaskan, jurang antara si kaya dan si miskin semakin lebar dan dalam. Indeks kesenjangan pendapatan (GINI pendapatan), sekali lagi pendapatan, paling sedikit mencapai 0,55. Artinya, sangat buruk.

Awalnya, Jokowi sesumbar pertumbuhan ekonomi 2014-2019 akan meroket, mencapai 7 persen. Ternyata gagal total.

Target pertumbuhan ekonomi 2019-2024 kemudian diturunkan menjadi antara 5,6 persen – 6,2 persen. Inipun juga gagal total.

Tentu saja, Sri Mulyani tidak mau mengaku gagal, dan sibuk mencari kambing hitam atas kegagalan tersebut.

Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa “tinggi”, artinya di atas 6 persen, karena terhambat masalah struktural.

Hal ini terungkap dari penjelasan Sri Mulyani di Komisi XI DPR (5/6/24), ketika menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2025, dengan judul Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan.

Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan ekonomi terkendala tiga masalah utama.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Yaitu tingkat tabungan masyarakat rendah, kualitas SDM belum memadai, infrastruktur (termasuk digital) dan regulasi dan birokrasi belum memadai.

Alasan yang dikemukakan Sri Mulyani tersebut menunjukkan bahwa Sri Mulyani tidak paham pembangunan ekonomi, dan karena itu tidak heran kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan.

Yang lebih memprihatinkan, alasan tersebut akan membahayakan perekonomian Indonesia.

Karena kesalahan mengidentifikasi masalah akan menghasilkan kebijakan yang salah.

Berikut ini bantahan atas pernyataan Sri Mulyani, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa tinggi karena terkendala tabungan, SDM dan infrastruktur.

Pertama, Sri Mulyani gagal paham terkait hubungan tabungan, investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Sri Mulyani mengatakan, tingkat tabungan domestik tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan investasi domestik.

Sehingga dibutuhkan PMA (penanaman modal asing). Pendapat ini salah besar.

Faktanya, pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1970-1980 bisa mencapai rata-rata di atas 7 persen, bahkan mencapai 10 persen pada 1980. Padahal, tabungan domestik (% dari PDB) ketika itu jauh lebih rendah dari saat ini, yaitu hanya 10,63 persen pada 1970 dan 29,17 persen pada 1980. Sedangkan tabungan domestik saat ini sudah mencapai 39,3 persen.

Hal ini juga terjadi di negara lain seperti Malaysia, Singapore, Thailand, Korea Selatan, yang mencatat pertumbuhan ekonomi sangat spektakuler meskipun tingkat tabungan (% dari PDB) sangat rendah


Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sangat tinggi pada periode 1970-1980 tersebut dicapai di tengah kondisi SDM dan infrastruktur yang sangat terbatas.

Jumlah penduduk berumur 10 tahun keatas yang mempunyai jenjang pendidikan SLA ke atas hanya 2,35 persen pada 1971.

Oleh karena itu, menyalahkan SDM Indonesia seolah-olah tidak berkualitas sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi merupakan alasan mengada-ada dan tidak masuk akal.

Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.

Alasan ini hanya untuk mencari kambing hitam, untuk menutupi kegagalan.

Ketiga, infrastruktur, regulasi dan birokrasi, semua itu dalam kendali pemerintah.

Anehnya, pemerintah terus teriak perbaikian regulasi dan birokrasi, tapi tanpa hasil.

Peluang bagi aktivis pers pelajar, pers mahasiswa, dan muda/mudi untuk dilatih menulis berita secara online, dan praktek liputan langsung menjadi jurnalis muda di media ini. Kirim CV dan karya tulis, ke WA Center: 087815557788.

Revolusi mental yang digaungkan sejak 2014 gagal total. Korupsi semakin merajalela.

Seharusnya, pejabat yang bermartabat sudah sejak lama mengundurkan diri atas kegagalan ini.

Seharusnya, Sri Mulyani sudah sejak lama mengundurkan diri atas kegagalan Kementerian Keuangan

Dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi “tinggi”, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial.

Bukan malah mencari kambing hitam untuk membenarkan kegagalan ini.***

Sempatkan untuk membaca berbagai berita dan informasi seputar ekonomi dan bisnis lainnya di media Mediaagri.com dan Harianekonomi.com

Jangan lewatkan juga menyimak berita dan informasi terkini mengenai politik, hukum, dan nasional melalui media Infoekspres.com dan Hellotangerang.com

Sedangkan untuk publikasi press release di media ini atau serentak di puluhan media lainnya, klik Rilisbisnis.com (khusus media ekbis) dan Jasasiaranpers.com (media nasional)

WhatsApp Center: 085315557788, 087815557788, 08111157788.

Pastikan download aplikasi portal berita Hallo.id di Playstore (android) dan Appstore (iphone), untuk mendapatkan aneka artikel yang menarik.

Berita Terkait

Mencapai Rp578 Miliar, Kerugian Negara Akibat Kasus Korupsi Importasi Gula yang Diungkap Kejaksaan Agung
Rapat Perdana Satgas Percepatan Hilirisasi Hampir 2 Jam, Program Hilirisasi Harus Picu Pertumbuhan Ekonomi
Resmi, Anindya Bakrie Sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia dan Arsjad Rasjid Ketua Dewan Pertimbangan
Melalui Kerja Sama Bilateral Kedua Negara, Indonesia akan Ajukan Penurunan Tarif Dagang dengan Amerika Serikat
Bahlil Lahadalia Jadi Ketua Satgas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, Pimpin 12 Menteri
Pelaku Kuliner Lokal Bersyukur Terlibat Makan Bergizi Gratis, Bisa Pekerjakan Masyarakat, Pedagang Sekitar
CSA Index Januari 2025 Naik ke 84,2, Optimisme January Effect Dorong Aktivitas Pasar Saham
Kemenkeu Ungkap Alasan Terbitkan Surat Utang Rp85,9 Triliun Sebelum Tahun Anggaran Berjalan
Jasasiaranpers.com dan media online ini mendukung program manajemen reputasi melalui publikasi press release untuk institusi, organisasi dan merek/brand produk. Manajemen reputasi juga penting bagi kalangan birokrat, politisi, pengusaha, selebriti dan tokoh publik.

Berita Terkait

Sabtu, 18 Januari 2025 - 11:48 WIB

Rapat Perdana Satgas Percepatan Hilirisasi Hampir 2 Jam, Program Hilirisasi Harus Picu Pertumbuhan Ekonomi

Kamis, 16 Januari 2025 - 18:01 WIB

Resmi, Anindya Bakrie Sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia dan Arsjad Rasjid Ketua Dewan Pertimbangan

Selasa, 14 Januari 2025 - 10:09 WIB

Melalui Kerja Sama Bilateral Kedua Negara, Indonesia akan Ajukan Penurunan Tarif Dagang dengan Amerika Serikat

Sabtu, 11 Januari 2025 - 15:32 WIB

Bahlil Lahadalia Jadi Ketua Satgas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, Pimpin 12 Menteri

Kamis, 9 Januari 2025 - 07:23 WIB

Pelaku Kuliner Lokal Bersyukur Terlibat Makan Bergizi Gratis, Bisa Pekerjakan Masyarakat, Pedagang Sekitar

Selasa, 7 Januari 2025 - 11:17 WIB

CSA Index Januari 2025 Naik ke 84,2, Optimisme January Effect Dorong Aktivitas Pasar Saham

Selasa, 7 Januari 2025 - 11:14 WIB

Kemenkeu Ungkap Alasan Terbitkan Surat Utang Rp85,9 Triliun Sebelum Tahun Anggaran Berjalan

Sabtu, 4 Januari 2025 - 16:17 WIB

Untuk Barang Mewah, Kemenkeu Rilis PMK 131 2024 Tentang Tarif Pajak Pertambahan Nilai 12 Persen

Berita Terbaru